Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya (HR Ahmad)
Kisah Shulthan Muhammad Al-Fatih atau Shulthan Muhammad II bin Sulthan Murad II Al-'Utsmani sangat membanggakan bagi kaum Muslimin. Episode perjuangan panjang umat Islam dan kegagahan seorang pemuda muslim berumur 23 tahun.
Cita-cita menaklukkan Konstantinopel adalah cita-cita umat Islam sejak beberapa abad sebelumnya, yaitu sejak Rasulullah menyampaikan sabdanya :
Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, "bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, tiba-tiba beliau SAW ditanya tentang kota manakah yang akanfutuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, "Kota Heraklius terlebih dahulu (maksudnya Konstantinopel). (HR Ahmad)
"Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya (HR Ahmad)
UPAYA DARI GENERASI KE GENERASI
Sabda Rasulullah SAW tersebut merupakan sebuah bisyarah, petunjuk dan kabar gembira bagi kaum muslim bahwa dua pilar peradaban barat pada waktu itu yang dijadikan simbol yaitu: Kota Roma (Romawi Barat) dan Kota Konstantinopel (Romawi Timur) akan diberikan dan dibebaskan oleh kaum muslim.
Dan hal ini menjadi penyemangat para Khalifah untuk melakukan futuhat (penaklukan), tercatat dalam sejarah orang yang pertama kali ingin merealisasikan janji Allah tersebut yaitu
- Abu Ayyub al-Anshari (44 H) pada Khalifah Muawiyyah bin Abu Sufyan, namun karena kondisi fisik beliau tidak mampu memenuhinya, walaupun begitu, beliau meminta agar jasadnya dikuburkan di bawah kaki pasukan kaum muslim terdepan pada saat ekspedisi itu sebagai sebuah milestone bagi mujahid selanjutnya.
- Lalu Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik (98 H) pada masa Kekhalifahan Umayyah
- Khalifah Harun al-Rasyid (190 H) masa Kekhalifahan Abasiyyah.
- Khalifah Beyazid I (796 H) masa Kekhalifahan Utsmanityyah
- Khalifah Murad II (824 H) masa Kekhalifahan Utsmaniyyah juga tercatat dalam usaha penaklukan konstantinopel, tetapi karena satu dan lain hal, Allah SWT belum mengizinkan kaum muslim memenangkan pertempuran itu.
BENTENG KOKOH KONSTANTINOPEL
Konstantinopel merupakan salah satu kota terpenting di dunia, kota ini memiliki benteng yang tidak tertembus yang dibangun pada tahun 330 M. oleh Kaisar Byzantium yaitu Constantine I. Konstaninopel memiliki posisi yang sangat penting di mata dunia. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikannya sebagai ibukota pemerintahan Byzantium. Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan benteng terkuat di dunia saat itu, dikelilingi lautan dari tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut Marmarah dan Tanduk Emas (golden horn) yang dijaga dengan rantai yang sangat besar, hingga tidak memungkinkan untuk masuknya kapal musuh ke dalamnya.
Pentingnya posisi konstantinopel ini digambarkan oleh napoleon dengan kata-kata :
".....kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!".
PEMUDA GAGAH ITU BERNAMA MUHAMMAD AL-FATIH
Adalah Muhamamd II atau selanjutnya dikenal sebagai Shulthan Muhammad al-Fatih, yang akan berhasil memenuhi nubuat Rasulullah SAW yaitu menaklukkan kota Konstantinopel.
Shulthan Muhammad al-Fatih sadar bahwa untuk menaklukkan konstantiopel dia membutuhkan perencanaan yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan, maka dia pun membentuk dan mengumpulkan pasukan elit yang dinamakan Janissaries, yang dilatih dengan ilmu agama, fisik, taktik dan segala yang dibutuhkan oleh tentara, dan pendidikan ini dilaksanakan sejak dini, dan khusus dipersiapkan untuk penaklukan Konstantinopel. 40.000 orang yang loyal kepada Allah SWT dan Rasul-Nya pun berkumpul dalam penugasan ini. Selain itu dia juga mengamankan Selat Bosphorus yang menjadi nadi utama perdagangan dan transportasi bagi Konstantinopel dengan membangun benteng dengan 7 menara citadel yang selesai dalam waktu kurang dari 4 bulan.
Setelah mempersiapkan meriam raksasa yang dapat melontarkan peluru seberat 700 kg, al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3, yaitu pasukan laut dengan 400 kapal perang menyerang melalui laut marmara, kapal-kapal kecil untuk menembus selat tanduk, dan sisanya melalui jalan darat menyerang dari sebelah barat konstantinopel, awal penyerangan ini dilakukan pada tanggal 6 April 1453, yang terkenal dengan The Siege of Constantinple.
Keseluruhan pasukan al-Fatih dapat direpotkan oleh pasukan Konstantinopel yang bertahan di bentengnya, belum lagi serangan bantuan dari Negeri Kristen lewat laut menambah beratnya pertempuran yang harus dihadapi oleh al-Fatih, sampai tanggal 21 April 1453 tidak sedikitpun tanda-tanda kemenangan akan dicapai pasukan al-Fatih, lalu akhirnya mereka mencoba suatu cara yang tidak terbayangkan kecuali oleh orang-orang yang beriman.
Dalam waktu semalam 70 kapal pindah dari selat Bosphorus menuju selat Tanduk dengan menggunakan tenaga manusia. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan:
"Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung,"
70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari Selat Bosphorus ke Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam.Pengepungan ini terus berlanjut sampai dengan tanggal 27 Mei 1453, melihat kemenangan sudah dekat, Muhammad al-Fatih mengumpulkan para pasukannya lalu berkhutbah didepan mereka:
"Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran".
Subhanallah, ini sebuah penegasan pada pasukannya bahwa kemenangan tidak akan bisa dicapai dengan mengandalkan kekuatan belaka, bukan pula karena kecerdasan dan strategi perang, Muhammad al-Fatih sangat memahami bahwa kemenangan hanya akan tercapai dengan izin dan pertolongan Allah SWT. Maka ia meminta seluruh pasukannya bermunajat pada Allah SWT, menjauhkan diri dari maksiat, bertahajjud pada malam harinya dan berpuasa pada esok harinya.
Pada tanggal 29 Mei 1453, serangan terakhir dilancarkan, dan sebelum Ashar, al-Fatih sudah menginjakkan kakinya di gerbang masuk konstantinopel. Berakhirlah pengepungan selama 52 hari lamanya dan penantian panjang akan janji Allah selama 825 tahun lamanya. Konstantinopel dibebaskan oleh kaum muslim melalui tangan al-Fatih!
Bayangkan, kekuatan seperti apa yang bisa menjaga semangat, persatuan, dan kesabaran selama 52 hari perang dan lintas generasi dalam 825 tahun lamanya ? Kekuatan seperti apa yang dapat menjadikan anak muda berumur 23 tahun menaklukan sebuah peradaban besar ?
Tentu saja selain, percaya dan yakin sepenuh hati pada janji Allah SWT dan Bisyarah rasul-Nya. Ada orang-orang besar yang telah sukses mendidik Shulthan Muhammad Al-Fatih.
DIBALIK KEKUATAN SANG SHULTHAN MUHAMMAD AL-FATIH
Semenjak kecil beliau telah di didik secara intensif oleh para ulama terkenal di zamannya. Diantara gurunya adalah Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani (w. 893H), ulama yang disebut oleh Sultan al-Fatih sebagai "Abu Hanifah di Zamannya". Beliau juga mempunyai hubungan yang baik dengan para ulama lain diantaranya ;
1. Seorang Syaikh Thariqat Naqsyabandiyyah yakni al-Mulla 'Abdur Rahman al-Jami (w. 898 H),
2. Seorang pakar ilmu kalam, Al-Qadhi Mustafa bin Yusuf yang masyhur dengan sebutan "Khawajah Zadah" (w. 893 H), yang telah menyusun kitab al-Tahafut atas perintah Sulthan al-Fatih, yakni kitab tentang kajian komperehensif antara kitab Tahafut al-Falasifah karya Imam al-Ghazali dan kitab Tahafut al-Hukama' karya Ibn Rusyd,
3. Seorang alim sufi, Syaikh Muhammad bin Hamzah yang masyhur dengan sebutan Syaikh 'Aq Syamsuddin' Ad-Dimasyqi Ar-Rumi, nasabnya bersambung kepada Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq radliyallah ‘anh.
Syaikh Aq Syamsuddin mengajar Muhammad Al-Fatih ilmu-ilmu pokok yakni Al-Qur'an, Hadits, Fiqh, Linguistik (Arab, Parsi dan Turki) dan juga disiplin ilmu yang lain seperti Matematika, Falak, Sejarah, Ilmu Peperangan dan sebagainya.
Syaikh Aq Syamsuddin telah berfirasat bahwa al-Fatih adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam di dalam hadits tentang penaklukan Konstantinopel tersebut, lalu beliau memberikannya motivasi dan meyakinkannya.
Sultan Muhammad Al-Fatih sangat menyayangi Syaikh Aq Syamsuddin dan mempunyai kedudukan yang istimewa pada diri Shulthan Muhammad Al-Fatih dan ini sangat jelas dinyatakan oleh beliau ketika futuhat Istanbul,
"...Sesungguhnya kalian melihat aku sangat gembira. Kegembiraanku ini bukanlah semata-mata karena keberhasilan menaklukkan kota ini, akan tetapi adalah karena hadirnya di sisiku Syaikh ku yang mulia, dialah pendidikku, Syaikh Aq Syamsuddin."
Sebagaimana yang diketahui, kebanyakan ulama dalam Khilafah 'Utsmaniyyah adalah bermadzhab Maturidiyyah dari segi akidah, bermazhab Hanafi dari segi fiqh dan merupakan ahli tasawuf. Didikan dan bimbingan yang diterima oleh Sulthan Muhammad al-Fatih dari para ulama inilah yang merupakan rahasia kekuatan dan keberhasilan beliau. Sehingga Nabi shallalahu ‘alayhi wa sallam memberitakan tentang diri beliau serta memujinya ratusan tahun sebelum kemunculannya.
MENGENAL PASUKAN ELIT INKISARIYAH (JANISSARIES)
Seluruh anggota pasukan Muhammad Al-Fatih adalah pengamal tasawuf. Sultan Muhammad Al Fatih sendiri adalah penganut sufi Tarekat Naqshabandiyah. Tidak lain, beliau pelajari atau dapatkan dari ulama-ulama dizamannya, khususnya dari Syaikh Aq Syamsuddin Al-Wali sendiri.
Sedangkan para anggota pasukan Turki Utsmani, khususnya pasukan Janissary yang merupakan pasukan inti adalah sufi Tarekat Bektasiyah. Adapun unit-unit pasukan lain, seperti Resimen Anatolia dan tentara irreguler hampir semuanya juga sufi dari berbagai macam Tarekat, seperti Thariqat Maulawiyah, Qodiriyah, Naqshabandiyah dan lain sebagainya.
Nuansa tashawuf sangat kental dalam perjuangan dan penaklukan konstantinopel. Sayangnya, sebagian umat Islam berusaha mengaburkan bahkan menyembunyikan hal ini sehingga jarang sekali ditampilkan sosok-sosok penganut madzhab fiqh dan tasawuf dalam kisah perjuangan Shulthan Muhamamd Al-Fatih
Sumber web : http://www.madinatuliman.com/artikel-islami/sejarah-islam/278-episode-panjang-konstantinopel-dibalik-kekuatan-sang-sulthan.html
No comments:
Post a Comment